BP. Mandoge, Mediareportasenews.com
Truk angkutan atau dump truck pengangkut Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit memegang peranan penting dalam mendukung kelancaran proses pascapanen dari areal perkebunan menuju Pabrik Kelapa Sawit (PKS) untuk diproses menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunan lainnya seperti inti (kernel) maupun tandan kosong (tangkos).
Fungsi truk angkutan juga dimanfaatkan untuk mendistribusikan tandan kosong dari PKS ke lahan perkebunan sesuai lokasi yang telah ditetapkan dalam kontrak kerja antara PTPN IV dengan vendor angkutan. Truk yang digunakan pun wajib memenuhi standar yang ditetapkan sesuai peraturan, termasuk aspek keselamatan selama dalam kondisi bermuatan.
Namun, realita yang terpantau oleh Mediareportasenews.com di lingkungan PTPN IV Regional II PalmCo Kebun Pasir Mandoge, yang terletak di Desa Bandar Pasir Mandoge, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan sebaliknya. Di area sekitar kebun dan PKS, masih banyak ditemukan truk angkutan TBS dan tangkos yang tidak sesuai standar operasional dan peraturan yang berlaku.
Sejumlah truk yang beroperasi diduga menggunakan tahun perolehan di bawah 2020, tidak sesuai dengan ketentuan minimum, dan bahkan masih banyak yang menggunakan pelat hitam. Tidak sedikit pula truk yang beroperasi tanpa jaring pengaman saat bermuatan, sehingga berpotensi membahayakan pengguna jalan lain. Selain itu, beberapa sopir truk diduga tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), dan bahkan ada truk yang tidak memiliki pelat nomor di badannya.
Media ini juga mempertanyakan keterlibatan karyawan dan tenaga kerja PKWT PTPN IV Regional II Pasir Mandoge dalam aktivitas pemuatan TBS ke truk milik vendor. Apakah mereka memang ditugaskan secara resmi oleh perusahaan untuk tugas tersebut? Bagaimana sistem pengupahannya? Bagaimana perlindungan terhadap mereka jika terjadi kecelakaan kerja?
Informasi lain yang diperoleh menyebutkan bahwa aktivitas bongkar muat di PKS juga dilakukan tanpa naungan serikat buruh/pekerja, meskipun memang tidak diwajibkan. Namun, ketiadaan serikat ini berpotensi melemahkan perlindungan hak serta kesejahteraan pekerja.
Sementara itu, informasi dari sumber terpercaya di lingkungan PTPN IV Regional II Kebun PAM menyebutkan bahwa kinerja pengamanan aset kebun, terutama terhadap TBS dan berondolan sawit, dinilai masih jauh dari harapan. Diduga aktivitas pencurian berlangsung secara bebas dan tidak terawasi. Bahkan, mencuat dugaan adanya kolusi antara pelaku pencurian dengan oknum pengamanan di lapangan. Hal ini menjadi isu yang kerap diperbincangkan, baik di kalangan internal perusahaan maupun masyarakat setempat.
Beberapa karyawan menyebutkan kepada media ini bahwa praktik pencurian TBS dan berondolan berlangsung secara terbuka, bahkan melibatkan pelaku dari berbagai usia, termasuk remaja. Pengawasan, penindakan, dan penegakan hukum dinilai sangat minim. “Sudah biasa Bang melihat TBS dan berondolan dibawa keluar dari kebun. Seolah-olah tidak ada lagi pengawasan dari manajemen maupun pengamanan,” ujar beberapa karyawan yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Tak hanya itu, ditemukan pula aktivitas bongkar muat pupuk di area perusahaan, tepatnya di samping Wisma Kemuning milik PTPN IV Regional II PAM, yang tujuannya ke afdeling kebun PAM. Lokasi tersebut merupakan akses jalan masyarakat dan berdekatan dengan pemukiman karyawan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas dan kelayakan lokasi tersebut sebagai terminal bongkar muat, serta apakah kegiatan tersebut telah mengantongi izin resmi.
Ketika wartawan media ini mencoba melakukan konfirmasi kepada Asisten Personalia Kebun (APK) PTPN IV Regional II Pasir Mandoge, Habibie Yasin Sitohang, melalui kunjungan langsung ke kantornya, petugas keamanan menyampaikan bahwa yang bersangkutan baru saja meninggalkan kantor sekitar 15 menit sebelumnya. Tidak berhenti di situ, wartawan juga mengirimkan konfirmasi melalui pesan WhatsApp ke nomor pribadinya. Namun sangat disayangkan, pesan tersebut tidak mendapat tanggapan hingga berita ini diterbitkan, meski telah terbaca.
Kondisi ini patut menjadi perhatian bagi jajaran manajemen PTPN IV Regional II, Pemerintah, serta DPR untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja manajemen kebun Pasir Mandoge. Disinyalir, banyak hal yang sudah tidak berjalan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Hal ini tidak hanya berpotensi merugikan keuangan perusahaan milik anak BUMN, tetapi juga mencerminkan buruknya pelayanan terhadap fungsi pers sebagai kontrol sosial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers.(ps)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar