Toba, Mediareportasenews.com
Rabu, 22 Mei 2025, Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMA di Kabupaten Toba dan Samosir memicu polemik di kalangan orang tua siswa. Sejumlah wali murid menyampaikan keberatan mereka terhadap mekanisme seleksi yang dinilai kurang transparan dan terlalu bergantung pada nilai rapor.
Dalam wawancara dengan Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Wilayah Toba-Samosir, Kepala Cabdis John Soertono Purba menjelaskan bahwa sistem saat ini masih mengacu pada nilai rapor semester 1 hingga 5 dari tujuh mata pelajaran utama. Nilai tersebut diinput langsung oleh siswa melalui aplikasi SPMB dan harus disertai dengan Surat Keterangan Pemeringkatan dari kepala sekolah.
“Kami memahami keresahan orang tua. Namun, sistem yang digunakan saat ini masih sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) yang berlaku. Nilai yang digunakan dalam seleksi merupakan hasil **verifikasi dari pihak sekolah masing-masing,” ujar John Purba.
Meski demikian, Purba tidak menutup kemungkinan adanya evaluasi dan perubahan sistem seleksi di masa mendatang.
“Aspirasi dari masyarakat agar ke depannya seleksi dilakukan melalui ujian tertulis akan kami teruskan kepada pimpinan untuk menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan SPMB tahun 2026,” tambahnya.
Pihak Cabdis juga mengaku telah menerima laporan masyarakat terkait dugaan ketidaksesuaian nilai antar sekolah. Merespons hal ini, pihak dinas melakukan verifikasi ke sejumlah sekolah, termasuk MTs Negeri Toba.
Hasil kunjungan menunjukkan bahwa nilai yang dimasukkan ke dalam sistem memang dikeluarkan langsung oleh pihak sekolah.
“Kami ini hanya pengguna (user), bukan penghasil (produsen) nilai. Tapi jika ada laporan atau kecurigaan, tetap kami tindak lanjuti dan klarifikasi,” jelas Purba.
Keresahan juga disampaikan langsung oleh sejumlah orang tua siswa yang datang ke kantor Dinas Pendidikan. Salah seorang wali murid menilai bahwa terdapat perbedaan mencolok antara nilai dari satu sekolah dengan sekolah lainnya, yang memunculkan dugaan adanya “permainan nilai.”
“Ranking terakhir di salah satu sekolah bisa bernilai 92, sementara ranking pertama di sekolah lain hanya 96. Ini membuat kami curiga,” ungkapnya.
Para wali murid mengusulkan agar sistem seleksi masuk ke jenjang SLTA tidak hanya mengandalkan nilai rapor, namun juga disertai dengan ujian tertulis, seperti halnya seleksi masuk ke perguruan tinggi.
“Kalau diuji lewat tes tertulis, kami bisa menerima apapun hasilnya. Tapi kalau hanya lewat selembar rapor yang bisa saja dimanipulasi, anak-anak kami bisa tereliminasi,” ujar salah satu orang tua.
Lebih jauh, mereka juga meminta agar pemerintah memperhatikan akreditasi sekolah asal dan mengawasi kemunculan sekolah-sekolah baru yang diduga menaikkan nilai secara tidak wajar demi meningkatkan reputasi.
Pihak Cabang Dinas memastikan akan terus membuka ruang pengaduan bagi masyarakat dan akan menindaklanjuti setiap keluhan yang masuk secara transparan dan profesional. (Rokki.P)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar