Dalam keputusan tersebut tercatat 63 jenis ikan dan biota laut yang mendapat perlindungan penuh, mulai dari berbagai jenis paus, lumba-lumba, penyu, dugong, hingga spesies ikan air tawar seperti belida, arwana Kalimantan, dan ikan batak. Selain itu, terdapat juga jenis biota yang masuk kategori perlindungan terbatas seperti arwana irian dan beberapa spesies buaya, dengan ketentuan khusus mengenai periode atau ukuran tertentu yang masih dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pembesaran.
Acara sosialisasi ini dihadiri berbagai instansi terkait, antara lain Dinas Perikanan Tulungagung, Satwas PSDKP, penyuluh perikanan, Pos Angkatan Laut, Polairud, Pemerintah Desa Jengglungharjo, Instalasi Pelabuhan Perikanan Pantai Sine, pemerintah desa sekitar, kelompok sadar wisata, kelompok usaha bersama, serta Pokmaswas dari wilayah Jengglungharjo dan Sine. Kegiatan diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan doa, lalu penyampaian materi oleh sejumlah narasumber.
Narasumber pertama dari Dinas Perikanan Tulungagung yang diwakili Susadiana menjelaskan bahwa meskipun kegiatan ini digelar secara mendadak, pihaknya berharap sosialisasi seperti ini dapat berkelanjutan mengingat pesertanya berasal dari berbagai lembaga dan instansi penting yang berkaitan langsung dengan pengawasan biota laut.
Narasumber berikutnya, Arif Darmawan dari Universitas Brawijaya yang merupakan peneliti biota penyu, memaparkan pentingnya perlindungan penyu berdasarkan berbagai regulasi nasional dan internasional. Ia menjelaskan bahwa penyu termasuk biota dengan siklus reproduksi sangat panjang, mencapai sekitar 20 tahun sebelum siap berkembang biak, sehingga populasinya sangat rentan menurun.
Materi berikutnya disampaikan oleh Bu Nunik dari BPSPL Denpasar yang menekankan pentingnya kesadaran kolektif dalam menjaga kelestarian biota laut yang dilindungi seperti penyu, lumba-lumba, dan berbagai jenis ikan lainnya. Ia juga menyinggung fenomena kemunculan lumba-lumba di perairan Pantai Sine yang sebenarnya dapat dikembangkan sebagai potensi wisata minat khusus, misalnya wisata melihat lumba-lumba dengan perahu nelayan.
Menurutnya, pemanfaatan yang tepat justru dapat meningkatkan pendapatan masyarakat tanpa harus membahayakan keberadaan satwa tersebut. Lumba-lumba sendiri telah tercatat sebagai mamalia laut yang dilindungi dalam Rencana Aksi Nasional Konservasi Mamalia Laut 2018–2022 dan termasuk dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999, sehingga segala bentuk eksploitasi sangat dilarang.
Setelah seluruh materi disampaikan, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu oleh Retno Purwomingsih dari BPSPL Denpasar. Pada penutupan kegiatan, peserta diarahkan untuk mengisi kuesioner sebagai bagian dari evaluasi penyelenggaraan. Melalui sosialisasi ini, diharapkan seluruh pemangku kepentingan semakin memahami aturan perlindungan biota laut dan mampu berperan aktif menjaga kelestarian sumber daya pesisir Tulungagung. (Dok. Perikanan / HRP)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar