Pada kesempatan itu, Wakil Bupati Toba terlebih dahulu mengenang masa sekolahnya, mengingat dirinya merupakan alumni SMP Negeri 2 Lumban Julu. Ia menceritakan kondisi bangunan dan desain sekolah saat dirinya masih menimba ilmu di sana, yang menurutnya jauh berbeda dibandingkan kondisi saat ini.
Usai berbagi kisah singkat tersebut, Audi Murphy O. Sitorus kemudian menyampaikan materi utama mengenai perlindungan terhadap anak. Ia mengawali pemaparannya dengan menegaskan bahwa anak adalah harta paling berharga, bukan hanya bagi orang tua, tetapi juga bagi negara.
“Anak-anak kami, kalian adalah aset paling berharga, bukan hanya di tengah keluarga tetapi juga bagi bangsa ini. Karena itu negara sampai menerbitkan Undang-Undang Perlindungan Anak, dan Pemerintah Kabupaten Toba juga telah menetapkan Peraturan Daerah tentang perlindungan anak,” ujar Wakil Bupati.
Menurutnya, anak menjadi sangat berharga karena masa depan bangsa berada di tangan generasi muda saat ini. Oleh sebab itu, anak-anak juga dituntut untuk mampu menghargai diri sendiri dan menjaga masa depan mereka.
“Bagaimanapun juga, kalianlah yang akan melanjutkan perjalanan bangsa ini. Dengan begitu berharganya kalian, maka kalian juga harus bisa menghargai diri sendiri,” tambahnya.
Dalam sosialisasi tersebut, Wakil Bupati Toba menjelaskan bahwa tujuan utama perlindungan anak adalah untuk melindungi mereka dari berbagai bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, maupun kekerasan seksual.
“Kekerasan fisik adalah tindakan penganiayaan yang dapat mengganggu atau merusak tubuh seseorang. Sementara kekerasan psikis merupakan perbuatan yang dapat mengganggu kejiwaan, seperti bullying atau perundungan,” jelasnya di hadapan para siswa.
Lebih lanjut, sebelum membahas jenis kekerasan lainnya, Audi Murphy Sitorus terlebih dahulu memberikan penjelasan mengenai kekerasan fisik. Ia menyampaikan bahwa tidak semua tindakan berupa jeweran atau pukulan dapat langsung dikategorikan sebagai kekerasan, terutama jika dilakukan dalam konteks pendidikan.
“Guru itu sama seperti dokter. Dokter membedah perut seseorang tidak bisa dipenjarakan, justru dibayar karena tujuannya agar pasien sembuh,” jelas Wakil Bupati.
Ia melanjutkan, tindakan guru yang menjewer atau memukul betis siswa karena kenakalan bukan bertujuan menyakiti, melainkan mendidik agar siswa menjadi lebih baik.
“Sama halnya dengan guru. Kalau guru menjewer atau memukul betismu karena kamu bandel, itu bukan untuk menyakiti, tetapi agar kamu berubah menjadi lebih baik,” ujarnya.
Terkait kekerasan seksual, Wakil Bupati menegaskan bahwa pelakunya tidak selalu berasal dari orang asing, melainkan bisa juga dari orang terdekat, bahkan dari lingkungan keluarga sendiri.
Karena itu, ia mengingatkan para siswa agar tidak membiasakan tubuh mereka disentuh oleh orang lain, termasuk oleh orang terdekat, terutama pada bagian tubuh yang dilindungi oleh pakaian.
“Kalau ada yang berbuat begitu, langsung tolak. Jangan mau dipegang, apalagi pada bagian tubuh yang tertutup pakaian,” tegas Wakil Bupati sembari menutup materinya.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar